Dalam perjalanan saya kali ini Jambi-Palembang, saya banyak bertemu teman2 lama disana. Hampir semua sudah jadi pengusaha sekarang. Ada juga sich yang masih kerja sebagai employee, masih ikut orang istilah mereka dan... tidak banyak perubahannya tuch, semenjak saya tinggalkan wilayah itu sekitar 5 tahun yang lalu
Namun, dari 5 orang yang saya jumpai disana ada 1 orang yang hingga terakhir saya jumpa masih berkutat dengan masalah-masalah. Nah, kawan lama pengusaha ini agak berbeda dengan cerita 2 kawan yang berhasil di sharing saya sebelumnya.
Walau dia sudah memulai usahanya sejak tahun 2004, namun sejak buka hingga hari ini masih dirundung masalah dan yang bertubi-tubi, mulai dari anak buahnya yang mencuri uang kantor, di-“polisikan” oleh suppliernya, hingga menggunakan preman dan menteror keluarganya, saudara iparnya yang menggerogoti dari dalam walau sudah diberi pekerjaan di perusahaannya, hingga komunitas yang mencibir dan membuangnya dari lingkungan mereka.
Hebatnya kawan ini hingga hari ini masih bertahan, walau waktu aku tanya gimana kondisinya sekarang setelah hampir 6 tahun berlalu. “Kembali dari awal! Saya memulainya dengan 1 orang pegawai administrasi dan keuangan plus office boy merangkap penjaga gudang yang lebih sering kosongnya dari pada terisi oleh barang ” begitu jawaban yang dia berikan ke saya
Setelah mengobrol dengan pembahasan “utara-selatan” (ngalor ngidul maksudnya red.) dia menceritakan apa yang terjadi mengenai usahanya, tekanan yang dia terima baik dari luar maupun dalam keluarganya sendiri (keluarga dari pihak dia maupun istrinya), beberapa kali keluar masuk rumah sakit, bolak balik ke Polda, dsb... dsb... dsb... banyaklah keluhannya!
Dia bercerita sambil meneteskan air matanya, membayangkan betapa berat semua yang dialaminya. Setelah mendengar semua ceritanya, Aku pun bertanya : “kalo aku yang mengalami hal seperti itu, apakah bisa sekuat dia ya...?” hampir sejak ia membuka usaha, hanya di satu tahun pertama lah dia merasakan nikmatnya menjadi seorang pengusaha, setelah itu hampir 4 th berselang dia terpuruk dan makin terpuruk saja.
Pertanyaan saya cukup sederhana, setelah mendengarkan kisahnya yang seperti sinetron di tv-tv itu. “Apa yang salah dengan mu kawan?” dan tanpa disangka-sangka dia terkejut dan memberitahukan saya bahwa saya adalah orang kedua yang bertanya seperti itu. Tadinya dia tidak menggubris saat orang pertama yang berkata seperti itu, mungkin hanya sekedar bertanya dan basa-basi saja.
Karena pagi itu saya sudah ada janji yang lain dan sudah mepet waktunya, maka kami pun berpisah untuk bertemu lagi malam nanti.
Malam, itu dia datang dan setelah makan malam dia pun membuka pembicaraan. “Ya, saya sudah coba renungkan apa yang kamu tanya pagi tadi?” ujarnya. Lalu mulai lah dia bercerita hal lain yang tidak dia ceritakan pagi tadi.
Dia menceritakan bagaimana bangga-nya, bila tidak mau dibilang sombong atas kesuksesan yang cepat diraihnya hanya dalam tahun pertama sudah bisa meraih omset yang besar, dia pun dianggap sebagai pahlawan keluarga baik dari pihak dia maupun sang istri, walau pun rajin menjalankan ibadah, namun dia selalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya dalam ibadah itu. Bagaimana dia rajin berdoa, melakukan sedekah, dan sumbangan-sumbangan lain. Semua ini diceritakannya kepada orang lain dengan rasa bangga.
Tulus, ikhlas dan bersahaja, tampaknya tidak ada di kamus hidupnya. Saya sendiri pun tidak tahu apakah ini karena dia tidak melakukan semua itu atau tidak? Bila mendengarkan ceramah agama pasti itulah penyebabnya. Dia pun berjanji untuk merubah semua perilakunya itu dan saya... saya berkesempatan untuk melihat pembuktian bahwa kadang kesuksesan itu datang dari sikap kita sendiri – ini merunut buku-buku management dan motivasi yang saya baca. Namun, dari kaca mata keyakinan saya inilah saatnya membuktikan apakah tulus dan ikhlas bisa menyelesaikan masalahnya? Dan saya yakin bila itu masalahnya dan dia merubahnya pasti berhasil.
SUKSES SELALU Kawan.
Palembang, Mar 7
0 komentar:
Post a Comment